Sejarah Roti Bakar Edi
Jakarta adalah kota yang mengandung
sifat “magnet” tersendiri bagi penduduk Indonesia, khususnya bagi kaum urban
dari daerah dengan tujuan ingin mencari kehidupan lebih baik. Ibu kota tidak hanya menjanjikan “surga”
untuk para
pencari rezeki dengan banyak peluang meraup rezeki, namun juga “neraka” bagi mereka yang gagal bertaruh
hidup di kota metropolitan ini.
Biaya hidup yang tinggi dan persaingan
yang berat tidak akan memberi ampun bagi pendatang yang tidak siap “lahir
batin”. Mungkin, inilah yang terbersit di pikiran salah seorang pemuda
kelahiran Solo, Jawa Tengah, bernama Eddy Supardi 15 tahun (pada saat itu) yang
ingin mencari kehidupan lebih baik di Jakarta. Berbekal niat dan restu orangtua, akhirnya Ia
pun menapakkan kakinya pertama kali di Jakarta tahun 1966. Kedatangan Eddy ke
Jakarta boleh dibilang nekad, dengan bekal yang seadanya. Awalnya, Pak Eddy
muda menjadi karyawan di warung roti bakar kaki lima. Pekerjaanya melayani dan
membereskan barang dagangan. Bulan ke bulan Ia menerima gaji yang
hanya cukup untuk biaya hidup.
Manajemen keuangan yang sederhana namun bersahaja inilah yang menuntut Pak Eddy
menjadi orang yang hemat. Ia menabung sisa uang dari gajinya, dengan harapan
suatu saat kelak jika modalnya dirasa cukup akan membuat usaha sendiri. Sebelum menemukan “harta karun” Roti Bakar,
Pak Eddy mencoba berjualan lontong sayur dan bubur ayam di wilayah dekat
Universitas Al-Azhar Indonesia, Blok-M, Jakarta Selatan.
Pada saat itu, ia menilai di seputar
komplek Universitas Al-Azhar Indonesia belum ada yang menjajakan roti bakar.
Berbekal pengalamannya ketika menjadi karyawan usaha roti bakar milik orang
lain, akhirnya Pak Eddy memutuskan mencoba usaha yang satu ini. Kerja keras dan
lingkungan yang mendukung, perlahan tapi pasti pembeli roti bakar gerobakanya
terus bertambah.
Pundi-pundi rupiah pun mulai mengalir
di tabungannya sehingga Pak Eddy mempunyai kesempatan yang besar untuk lebih
mengembangkan usahanya. Banyak para pembeli yang menyebut roti bakar
dagangannya dengan sebutan “Roti Bakar Eddy.” Padahal menurut penuturan Ari,
awalnya usaha dagang ayahnya cuma buat survive keluarga.
Karena lokasi berjualan roti tersebut
terletak di pinggir jalan, untuk yang kesekian kalinya Pak Eddy harus kembali
berhadapan dengan Kamtib. Bukan kali pertama, Pak Eddy diusir oleh Kamtib
karena dianggap menganggu ketertiban dan kenyamanan.
Saat brand roti Eddy mulai dikenal
khalayak, tepatnya tahun 1980-an, 5 tahun kemudian usaha rotinya harus rela
mengalami kerugian pendapatan. Saat itu, pemerintah mengeluarkan peraturan
tidak boleh keluar malam setelah pukul 21.00 pasca terjadinya peristiwa
kerusuhan yang terjadi di wilayah Blok M dan sekitarnya.
Kini, Roti Eddy sudah sukses dan
mendapat tempat di hati para pembelinya. Jika ditanya roti bakar yang enak di
Jakarta, mayoritas masyarakat sekitar kompak menyebut Roti Bakar Eddy.
Melengkapi kisah suksesnya, tempat awal mula dirintisnya usaha ini, tepatnya di
belakang Universitas Al-Azhar Indonesia Jakarta, kini sudah permanen.
Pengunjung bisa menemukan dan menikmati khasnya roti Eddy setiap malam mulai
pukul 18.00-02.30 untuk hari kerja dan pukul 18.00-03.00 untuk akhir pekan.
Kekonsistenan rasa dan kualitas roti
bakar Eddy membuat pembelinya setia
berlangganan, bahkan sampai keturunan mereka juga. “Saya sering ngobrol sama
beberapa anak dari pelanggan dulu yang sering beli roti bakar bapak,” lanjut
Ari penuh semangat.
Sembilan warung roti bakar Eddy sudah
menyebar ke wilayah Blok-M, Ciputat, Senayan, dan Mampang, di bawah manajemen
Ari anak ke-4 Pak Eddy. Kemudian di Depok, Cibubur, dan Pondok Gede dikelola
oleh Kakaknya yang bernama Risdiyanti dengan manajemen dan konsep yang berbeda.
Menjelang malam, gerobak putih
bertuliskan Roti Bakar Eddy Blok M makin ramai dipenuhi pengunjung. Mereka
rata-rata anak muda. Memesan roti sambil menikmati atmosfer malam Blok M.
Penikmat roti bakar Eddy Blok M mulai ada seiring dengan didirikannya usaha
kuliner ini oleh Eddy Supardi.
Ditemui di warung roti Eddy di wilayah
Blok-M, Ari menyatakan bahwa lokasi sangat berpengaruh terhadap omzet. “Kita
hanya memilih tempat operasi yang strategis dan ramai,” ujarnya. Selain
mengedepankan pelayanan dan rasa, tempat strategis pula yang membuat beberapa
selebritis hingga orang-orang besar ikut “nongkrong” di warung roti bakar yang
selalu penuh pengunjung ini.
Patut diketahui, roti bakar Eddy
memproduksi rotinya sendiri dan tidak memesan atau menyuplai dari pabrik atau
kios roti tertentu. Alasanya, untuk menjaga kualitas produk. “Kami membuat roti
sendiri, tidak menggunakan pengawet, jadi kalo udah tiga hari roti mulai
keras,” lanjut Ari dengan percaya diri.
Bahan-bahan yang digunakan tidak jauh
berbeda dengan roti-roti pada umumnya seperti tepung roti protein, tepung
terigu, gula pasir, garam, susu bubuk, telur ayam, air, mentega dan susu
evaporated tanpa pengawet. Kehegienisan juga menjadi alasan utama manajemen
untuk menjaga kualitas roti.
Ciri Khas Dari Roti Bakar Eddy
Teletak pada ukuran rotinya yang
besar, keseimbangan manis meses dan gurih keju serta tekstur rotinya
yang empuk sehingga memberikan sensasi yang spesial bagi yang menikmatinya.
Keju yang menggunung dengan kandungan meses cokelat di dalamnya membuat roti
bakar Eddy layaknya “gunung berapi” yang siap meledak di mulut penikmatnya.
Warung roti bakar Eddy yang dikelola
oleh Ari mengusung konsep “kaki lima”. Selain untuk menjaga tradisi dan konsep
awal yang dijalani oleh ayahnya, Ia mengungkapakan jika dibentuk seperti
demikian akan lebih menampung banyak pelanggan mengingat banyaknya pelanggan
roti Eddy di wilayah tersebut. Hal tersebut berbeda dengan enam cabang di bawah
manajemen Risdiyanti yaitu di wilayah Depok, Cibubur, dan Pondok Gede yang
mengusung konsep semi resto.
Di cabang Bintaro sektor 9, roti Eddy
dilengkapi mushola, washtafel dan toilet, juga ada area bermain anak yang cukup
luas. Rata-rata enam cabang di wilayah Depok, Cibubur dan Pondok Indah masih
menyewa tempat berbeda dengan warung roti bakar Eddy Blok-M yang sudah permanen
namun bongkar pasang. Hal ini tidak menjadi masalah bagi Risdiyanti anak ke-2
Pak Eddy, karena Ia berpendapat, “Alhamdulillah walaupun masih sewa, warungnya
rame terus dan Alhamdulillah banyak pemasukan dan semuanya sudah dihitung.”
Roti bakar Eddy bukan hanya menawarkan
roti bakar dengan meses dan keju, ada beberapa menu hasil inovasi pengelolanya
diantaranya Roti bakar standar (satu
rasa), Roti bakar medium (dua rasa), Roti bakar corned, Roti bakar corned keju,
V.S. (Keju+Coklat+Kacang+Susu), Kebo (Keju+Coklat+Pisang), Roti bakar SE
(Telor+Corned), Roti bakar 2 tg (Keju+Corned+Telor), Roti bakar Burju (tabor
keju) dan Pisang Bakar (Keju+Coklat+Susu).
Beberapa Menu Roti Bakar Yang Menjadi Favorit Pengunjung
adalah roti bakar keju dan roti bakar 2TG (telor, cornet
daging sapi). Di setiap warung bakar roti Eddy tidak hanya menjajakan roti
bakar saja bahkan banyak unit dagang lain di bawah manajemen roti bakar Eddy
diantaranya Siomay, Batagor, Sate Padang, Pempek Palembang, Bubur Ayam, Mie keju,
Nasi Uduk (ayam dan bebek goreng dan
bakar), Nasi Goreng, Aneka Juice, dan Baso dengan harga yang berbeda.
Dalam satu hari kerja, roti bakar Eddy
rata-rata habis hingga 500-600 porsi pada hari biasa dan 750-800 porsi pada
hari libur (weekend) dengan menu berbeda dan tentunya dengan harga yang berbeda
pula. Jika dikalkulasikan dari satu cabang beromzet Rp. 5 juta hanya dari roti
bakar keju saja, belum ditambah menu roti bakar lain dengan harga yang berbeda
dan ditambah unit-unit dagang lain seperti bubur ayam, baso, sate padang,
siomay dan batagor, nasi goreng, Mie keju, dan aneka jus dan minuman.
Omzet roti bakar Eddy satu cabang
diperkirakan mencapai angka milyaran dalam satu bulan. Omzet yang sangat
fantastis bila mengingat pada mulanya hanya berawal dari satu gerobak roti
bakar nomaden. Kini, omzet seluruh cabang roti Eddy sudah bernilai triliun-an.
Sang perintis, Pak Eddy, kini menikmati masa emasnya. Perjuangan dan kerja
kerasnya tempo dulu membekas dalam ingatan anak, cucu, serta para pelanggannya.
Pendapatan yang besar, cabang yang
tersebar di banyak wilayah di Jakarta, ditambah pembeli setia yang terus
berlangganan, tentunya diciptakan oleh tim yang baik dan solid. Saat ditanya
tentang gaya manajemen seperti apa yang diberlakukan antara owner dan karyawan,
Ari menerangkan bahwa Pak Eddy dan keluarga menggunakan manajemen kekeluargaan.
Jadi tidak ada batasan, namun tetap menjaga kesopanan dan saling
menghargai. “Semua orang bisa bicara tentang roti bakar Eddy dan complain dari
customer. Ada karyawan sekarang sudah memulai usaha sendiri usaha roti bakar,
kita bantu sampai dia bisa mandiri,” ucap Ari.
Begitupun sama halnya yang diungkapkan
oleh kakaknya, “saya ingin usaha roti bakar Eddy ini berkah untuk semua
karyawan, pelanggan dan termasuk saya sekeluarga.” Disinggung mengenai
bagaimana manajemen karyawan, Risdiyanti mengungkapkan bahwa karyawan adalah
aset perusahaan yang musti dirawat dan dimaksimalkan kinerjanya.
Banyak karyawan yang sudah bekerja
selama puluhan tahun, bahkan 25 tahun, yaitu mulai dari zaman Pak Eddy yang
memimpin sampai kini beralih generasi kepada anak-anaknya. Rata-rata
karyawannya berasal dari Solo daerah asal Pak Eddy. Mungkin Ia ingin mengajak
orang-orang sekitar merasakan kebahagian yang kini sudah dicapai. Roti bakar
Eddy ini menerima kerjasama dari berbagai pihak dalam hal tempat, manajemen
akan mensurvei terlebih dahulu apakah tempat yang ditawarkan sesuai kriteria
atau tidak. Seperti strategis, luas dan ramai.
Namun roti bakar Eddy nampaknya
memiliki prinsip bisnis tersendiri tidak menerima bentuk kerjasama dalam bentuk
franchise karena faktor kesiapan dan tanggungjawab. “Yang namannya
mempertahankan lebih sulit. Semakin besar bisnis roti bakar ini semakin besar
pula tanggungjawab kita di hadapan Allah,” ujar Risdiyanti ketika ditemui di
roti bakar Eddy cabang bintaro sektor 9 (Rabu, 27/12/12).
Tidak ada pelayanan tanpa complain,
sesuatu yang pasti ditemukan pada setiap kegiatan bisnis. Begitu pula roti
bakar Eddy juga pernah mendapat complain dari pelanggan terkait lamanya
pesanan. Sebagai tanggapan dari manajemen, biasanya mereka memberikan minuman
terlebih dahulu dan menyediakan hiburan supaya customer dapat menunggu dengan
tenang.
“Setiap orang kan beda-beda yah, ada
yang 1 menit lama, ada yang 30 menit lama, tapi kita beri minum dan hiburan
dulu supaya dapat menunggu pesanan yang sedang diproses. Karena kita kan
langsung masak, bikin di tempat jadi butuh waktu,” terang Risdiyanti dengan
tenang.
Persaingan bisnis roti bakar di
Jakarta terbilang cukup sengit. Banyaknya usaha roti bakar menciptakan
persaingan tersendiri. Ada yang sportif ada pula yang tidak. Roti bakar Eddy
selalu mengedepankan koreksi diri sendiri daripada harus terpancing strategi
pesaing yang unfair (menjelek-jelekan) dan ikut menjelek-jelekan. “Jangan
nyalahin orang, lebih baik koreksi aja diri kita,” lanjut Risdiyanti.
Pendapat
Semua bentuk kegiatan bisnis roti
bakar ini sangat menjunjung nilai-nilai saling menguntungkan dan menomorsatukan
kepuasan konsumen. Dengan kontrol
kualitas yang terus-menerus dilakukan oleh Pak Eddy sendiri beserta
anaknya membuat roti bakar ini masih eksis selama empat dekade lebih.
Rahasia dan tradisi yang selalu
diamalkan oleh roti bakar Eddy peningkatan servis terus-menerus, menjaga
kualitas yang baik, menciptakan kenyamanan bagi customer, kondisi tempat yang
luas dan bersih serta lokasi yang strategis bagi customer.
Pak Eddy adalah cermin pekerja keras,
pantang menyerah dan bersahaja. Roti bakar Eddy adalah kisah sukses sebuah usaha
yang mengedepankan sisi kemanusiaan melalui pelayanan yang memuaskan dan
kualitas yang terjaga. Kisah lika-liku perjuangan bisnis Pak Eddy dengan roti
bakarnya dapat kita jadikan inspirasi bahwa kemerdekaan hidup bukan hanya milik
orang berdarah biru atau orang berlimpah harta. Semua keajaiban hidup hanya
dapat diraih oleh orang yang bersungguh-sungguh.
Sumber
Sumber
Majalah Bisnis Global Edisi Februaru
2013
http://emafitriyani.blogspot.com/2013/03/roti-bakar-eddy-dulu-terusir-kini.html
No comments:
Post a Comment