APA ITU MDG's?
Millennium Development Goals (MDGs) atau dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi “Tujuan Pembangunan Milenium”, adalah
sebuah paradigma pembangunan global yang
dideklarasikan Konferensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara
anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000.
Semua negara yang hadir dalam pertemuan tersebut berkomitmen untuk
mengintegrasikan MDGs sebagai
bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan.
bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan.
Deklarasi ini merupakan kesepakatan anggota
PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global yang dirumuskan dalam
beberapa tujuan yaitu:
1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan,
2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua,
3. Mendorong Kesetaraan Gender, dan
Pemberdayaan Perempuan,
4. Menurunkan Angka Kematian Anak,
5. Meningkatkan Kesehatan Ibu,
6. Memerangi HIV/AIDs, Malaria dan Penyakit
Menular Lainnya,
7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dan
8. Membangun Kemitraan Global untuk
Pembangunan.
Deklarasi MDGs merupakan hasil perjuangan dan
kesepakatan bersama antara negara-negara berkembang dan maju. Negara-negara
berkembang berkewajiban untuk melaksanakannya, termasuk salah satunya Indonesia
dimana kegiatan MDGs di Indonesia mencakup pelaksanaan kegiatan monitoring
MDGs. Sedangkan negara-negara maju berkewajiban mendukung dan memberikan
bantuan terhadap upaya keberhasilan setiap tujuan dan target MDGs.
Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani
deklarasi MDGs, Indonesia mempunyai komitmen untuk melaksanakannya serta
menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan program pembangunan nasional baik
jangka pendek, menengah, dan panjang. Pada hakikatnya setiap tujuan dan target
MDGs telah sejalan dengan program pemerintah jauh sebelum MDGs menjadi agenda
pembangunan global dideklarasikan. Potret dari kemakmuran rakyat diukur melalui
berbagai indikator seperti bertambah tingginya tingkat pendapatan penduduk dari
waktu ke waktu, kualitas pendidikan dan derajat kesehatan yang membaik,
bertambah banyaknya penduduk yang menempati rumah layak huni, lingkungan
permukiman yang nyaman bebas dari gangguan alam dan aman. Penduduk mempunyai
kesempatan untuk mengakses sumber daya yang tersedia, lapangan kerja yang
terbuka untuk semua penduduk, serta terbebas dari kemiskinan dan kelaparan.
Pemerintah Indonesia mengklaim delapan target
MDGs hampir semuanya tercapai. Itu tertera dalam laporan Bappenas 2010. Di
antaranya pemerintah mengklaim berhasil menurunkan angka kemiskinan penduduk
yang berpendapatan 1 dolar per hari (standar Bank Dunia), dari 20,6 persen
tahun 1990 menjadi 5,8 persen tahun 2008. Namun, klaim keberhasilan itu
dibantah oleh sejumlah organisasi massa yang berhimpun dalam Indonesian Peoples
Alliance (IPA) atau Aliansi Rakyat Indonesia. IPA menilai, pencapaian MDGs
gagal. Ini seiring meningkatnya kemiskinan, tidak adanya akses masyarakat
terhadap kesehatan, pendidikan dasar, ketahanan pangan, dan kerusakan
lingkungan serta konflik agraria. Namun, gagal atau tidaknya kembali lagi
kepada masyarakat Indonesia sendiri bagaimana menanggapinya.
Kontroversi MDGs di Indonesia
Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan
Sasaran Pembangunan Milenium pada tahun 2015 akan sulit karena pada saat yang
sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar.
Program-program MDGs seperti pendidikan, kemiskinan, kelaparan, kesehatan,
lingkungan hidup, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan membutuhkan
biaya yang cukup besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia
terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7
triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk
pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016)
menjadi Rp66,70 triliun. tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah pembayaran
utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs.
Menurut Direktur Eksekutif International NGO
Forum on Indonesian Development (INFID) Don K Marut Pemerintah Indonesia perlu
menggalang solidaritas negara-negara Selatan untuk mendesak negara-negara Utara
meningkatkan bantuan pembangunan bukan utang, tanpa syarat dan berkualitas
minimal 0,7 persen dan menolak ODA (official development assistance) yang tidak
bermanfaat untuk Indonesia [5]. Menanggapi pendapat tentang kemungkinan
Indonesia gagal mencapai tujuan MDGs apabila beban mengatasi kemiskinan dan
mencapai tujuan pencapaian MDG di tahun 2015 serta beban pembayaran utang
diambil dari APBN di tahun 2009-2015, Sekretaris Utama Menneg PPN/Kepala Bappenas
Syahrial Loetan berpendapat apabila bisa dibuktikan MDGs tidak tercapai di
2015, sebagian utang bisa dikonversi untuk bantu itu. Pada tahun 2010 hingga
2012 pemerintah dapat mengajukan renegosiasi utang. Beberapa negara maju telah
berjanji dalam konsesus pembiayaan (monetary consensus) untuk memberikan
bantuan. Hasil kesepakatan yang didapat adalah untuk negara maju menyisihkan
sekitar 0,7 persen dari GDP mereka untuk membantu negara miskin atau negara
yang pencapaiannya masih di bawah. Namun konsensus ini belum dipenuhi banyak
negara, hanya sekitar 5-6 negara yang memenuhi sebagian besar ada di
Skandinavia atau Belanda yang sudah sampai 0,7 persen.
UNGKAPAN PERAN IT DALAM MENGHADAPI MDG's 2025
KOMITMEN Indonesia untuk mencapai MDGs
mencerminkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan
memberikan kontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. Oleh
karena itu, MDGs merupakan acuan penting dalam penyusunan dokumen Perencanaan
Pembangunan Nasional. Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025).
Dalam 20 tahun mendatang, Indonesia akan
menghadapi persaingan dan ketidakpastian global yang makin meningkat, jumlah
penduduk yang makin banyak, dan dinamika masyarakat yang makin beraneka ragam.
Untuk mewujudkan Visi Pembangunan Nasional, perlu diteruskan hasil-hasil
pembangunan yang sudah dicapai, permasalahan yang sedang dihadapi dan
tantangannya ke depan ke dalam suatu konsep pembangunan jangka panjang, yang
mencakup berbagai aspek penting kehidupan berbangsa dan bernegara, yang akan
menuntun proses menuju tatanan kehidupan masyarakat dan taraf pembangunan yang
hendak dicapai.
Dalam era globalisasi, informasi mempunyai
nilai ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mewujudkan daya saing
suatu bangsa sehingga mutlak diperlukan suatu kemampuan untuk mengakses
informasi. Beberapa masalah yang dihadapi antara lain: terbatasnya ketersediaan
infrastruktur telematika yang sampai saat ini penyediaan infrastruktur
telematika belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat; tidak meratanya
penyebaran infrastruktur telematika dengan konsentrasi yang lebih besar di
wilayah barat Indonesia, yaitu sekitar 86 persen di Pulau Jawa dan Sumatera,
dan daerah perkotaan; terbatasnya kemampuan pembiayaan penyedia infrastruktur
telematika dengan belum berkembangnya sumber pembiayaan lain untuk mendanai
pembangunan infrastruktur telematika seperti kerjasama pemerintah-swasta,
pemerintah-masyarakat, serta swasta-masyarakat; dan kurang optimalnya
pemanfataan infrastruktur alternatif lainnya yang dapat dimanfaatkan dalam
mendorong tingkat penetrasi layanan telematika. Rendahnya kemampuan masyarakat
Indonesia untuk mengakses informasi pada akhirnya menimbulkan kesenjangan
digital dengan Negara lain. Dalam kaitan itu, perlu segera dilakukan berbagai
perbaikan dan perubahan untuk meningkatkan kesiapan dan kemampuan bangsa dalam
menghadapi persaingan global yang makin ketat.
Selain itu kebijakan pembangunan nasional yang
selama ini kurang memberikan perhatian yang memadai pada kesenjangan juga
menimbulkan beberapa ekses negatif terhadap pembangunan daerah, antara lain:
menumpuknya kegiatan ekonomi di daerah tertentu saja, seperti terkonsentrasinya
industri manufaktur di kota-kota besar di Pulau Jawa; terjadinya pertumbuhan
kota-kota metropolitan dan besar yang tidak terkendali yang mengakibatkan
turunnya kualitas lingkungan perkotaan; melebarnya kesenjangan pembangunan
antara daerah perkotaan dan perdesaan; meningkatnya kesenjangan pendapatan
perkapita; masih banyaknya daerah-daerah miskin, tinggi pengangguran, serta
rendah produktivitas; kurangnya keterkaitan kegiatan pembangunan antar wilayah.
kurang adanya keterkaitan kegiatan pembangunan antara perkotaan dengan
perdesaan, tingginya konversi lahan pertanian ke nonpertanian di Pulau Jawa.
serta terabaikannya pembangunan daerah perbatasan, pesisir, dan kepulauan.
VISI DAN MISI PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2005
– 2025:
Rencana pembangunan jangka panjang disusun
untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 dan mengacu pada arah pembangunan sebagai berikut. Pembangunan ekonomi
diarahkan kepada pemantapan sistem ekonomi nasional
untuk mendorong kemajuan bangsa dengan
ciri-ciri sebagai berikut:
a.)Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan
b.)Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
c.) Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan
memperhatikan hak warga negara serta kewajibannya untuk berperan dalam
pembangunan. Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pembangunan, pelaksanaan
pemerintahan daerah didasarkan pada otonomi yang luas. Pelaksanaan otonomi di
daerah diupayakan untuk mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan
dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan.
UNGKAPAN PENDAPAT
Awalnya, saya masih belum memahami apa itu
MDGs. Namun setelah mempelajari lebih lanjut saya jadi sangat tertarik terhadap
tema ini. Karena di dalamnya mencakup kehidupan sosial masyarakat. Dan menurut
pendapat saya jika ditinjau dari sudut pembangunan pusat kota, pemerintah sudah
hampir bisa dibilang sukses dalam melaksanakan MDGs ini. Contohnya, pusat
kesehatan terbaik ada di kota. Pendidikan juga. Namun, bagaimana dengan
penduduk yang tinggal di desa pedalaman? Apakah hidup mereka sudah layak? Bagi
desa yang kehidupan masyarakatnya sudah makmur, tentu sudah. Tapi apakah desa
di Indonesia hanya satu? Banyak penduduk desa yang merantau ke kota hanya untuk
mencari kebenaran dan nilai nyata dari MDGs yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia. Tapi kenyataannya, tidak semua dari mereka bisa merasakannya. Alangkah baiknya jika pemerintah Indonesia
melakukan penyuluhan kepada masayarakat desa agar mereka juga bisa mulai
membantu pemerintah untuk menyukseskan Tujuan Pembangunan Millennium yang akan
berakhir pada September 2015 ini. Dan saya pun berharap bisa ikut turut serta
di dalamnya.
Sumber :
http://idemdgs.blogspot.com/2011/08/apa-itu-mdgs.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pembangunan_Milenium
http://edukasi.kompasiana.com/2013/08/13/apa-itu-mdgs-583450.html
https://satriormdhn14.wordpress.com/2014/11/25/mdgs-2025/
No comments:
Post a Comment